Bandar Udara Internasional Kuala Namu adalah sebuah bandar udara
baru untuk kota Medan
, Indonesia
. Lokasinya merupakan bekas areal perkebunan PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa, terletak di Kuala Namu, Desa Beringin, Kecamatan Beringin
,Kabupaten Deli Serdang
. Kuala Namu akan menggantikan Bandara Polonia
yang sudah berusia lebih dari 70 tahun. Saat selesai dibangun, Kuala Namu yang diharapkan dapat menjadi bandara pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatra dan sekitarnya, akan menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta
.
Pemindahan bandara ke Kuala Namu telah direncanakan sejak tahun 1991. Dalam kunjungan kerja ke Medan, Azwar Anas, Menteri Perhubungan saat itu, berkata bahwa demi keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota.
Persiapan pembangunan diawali pada tahun 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga muncul momentum baru saat terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada September 2005 yang jatuh sesaat setelah lepas landas dari Polonia. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin tersebut juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara meninggal dunia akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan pemukiman. Hal ini menyebabkan munculnya kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai. Selain itu, kapasitas Polonia yang telah lebih batasnya juga merupakan faktor direncanakannya pemindahan bandara.
Tahap I bandara diperkirakan dapat menampung tujuh hingga 10 juta penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per tahun, sementara setelah selesainya tahap II bandara ini rencananya akan menampung 25 juta penumpang per tahun.
Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektar dengan fasilitas area komersial seluas 3,5 hektar dan fasilitas kargo seluas 1,3 hektar. Bandara International Kuala Namu memiliki panjang landas pacu 3.750 meter, dan sanggup didarati oleh pesawat berbadan lebar termasuk Airbus A380.
Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Aras Kabu di Kecamatan Beringin ke bandara yang berjarak sekitar 450 meter. Stasiun Aras Kabu sendiri terhubung ke Stasiun Medan dengan jarak 22,96 km. Diperkirakan jarak tempuh dari Medan hingga Kuala Namu akan berkisar antara 16-30 menit.
Ada pula usulan pembangunan Jalan Tol Medan-Kuala Namu sebagai usaha pengembangan prasarana pengangkutan dari dan ke bandara. Namun pelaksanaan pembangunan selama periode pembangunan jalan tol tahun
2005-2010 belum dikabulkan oleh pemerintah pusat.
Persoalan pembebasan lahan & Pembangunan Bandara yang menyengsarakan warga
Rencana pembangunan selama bertahun-tahun terhambat masalah pembebasan lahan yang belum terselesaikan. Hingga Juni 2006, baru 1.650 hektar lahan yang telah tidak bermasalah (telah diselesaikan sejak 1994), sementara lahan yang dihuni 71 kepala keluarga lainnya masih sedang dinegosiasikan, namun pada November 2006 dilaporkan bahwa Angkasa Pura II telah menyelesaikan seluruh pembebasan lahan.
"Terlalu banyak masalah yang dialami warga terkait dampak pembangunan Bandara Kualanamu," kata tokoh masyarakat Pantai Labu, Ihya Ulumuddin di Medan.
Pertama, kata Ihya Ulumuddin, ruas jalan di sekitar Pantai Labu, khususnya yang menuju lokasi pembangunan bandara banyak yang rusak parah.
Hal itu disebabkan pengelola pembangunan bandara itu tidak memedulikan kapasitas jalan yang ada di daerah tersebut. Seperti terlihat kondisi jalan yang hanya menggunakan aspal tipis yang dibangun di atas tanah lembut sehingga hanya mampu dilewati kendaraan dengan kapasitas 10 ton.
Namun dalam kenyataannya, truk yang membawa material pembangunan Bandara Kualanamu yang melintas di daerah itu membawa beban hingga 40 ton.
"Akibatnya, jalanan hancur. Sudah kopak-kapik ruas jalan di kampung kami itu," katanya.
Kedua, kata dia, sebagian besar rumah warga di sekitar pembangunan Bandara Kualanamu, tetapi juga rusak karena menerima goncangan puluhan truk yang melintas dengan bobot besar itu. Banyaknya truk yang melintas dengan kapasitas yang sangat besar itu menyebabkan dinding dan lantai rumah warga retak-retak.
Selain itu, masyarakat juga sudah tidak tahan dengan banyaknya debu yang beterbangan setiap hari akibat material yang terjatuh dan mengering.
Akibatnya, tidak sedikit anak-anak di sekitar pembangunan Bandara Kualanamu yang mengalami gangguan pernapasan karena terlalu sering menghirup debu. "Kan tidak mungkin mereka harus menggunakan masker setiap hari," katanya.
Ihya Ulumuddin menjelaskan, warga di sekitar pembangunan Bandara Kualanamu juga sering rumahnya tergenang air jika curah hujan yang cukup lebat.
Ketiga, kata dia, dulu air hujan yang turun itu mengalir ke lokasi pembangunan Bandara Kualanamu yang awalnya perkebunan kelapa sawit. Namun, lokasi itu sudah ditimbun dan lebih tinggi sekitar satu meter sehingga air hujan yang turun mengalir dan menggenangi permukiman warga. "Lagi-lagi penyakit juga yang banyak terjadi," katanya.
Keempat, kata Ihya Ulumuddin, dulu pemerintah berjanji kepada masyarakat nelayan di Pantai Labu untuk memberikan dana sebesar Rp 500 per meter kubik pasir yang diambil untuk lokasi pembangunan bandara.
Setelah jutaan kubik pasir laut itu diambil untuk pembangunan Bandara Kualanamu, tetapi masyarakat nelayan belum menerima kompensasi tersebut sedikit pun. Padahal, operasional penyedotan pasir laut itu telah menimbulkan berbagai permasalahan terhadap masyarakat nelayan di Pantai Labu.
"Dulu, melaut di pinggiran pantai saja sudah dapat ikan. Sekarang tak bisa lagi, apalagi terlalu banyak pipa-pipa (penyedot pasir) yang melintang," kata Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut itu.
kata ane :
terkadang pemerintah sedikti menindas warga hanya untuk keperluan proyek mereka, dan beralasan ini semua untuk kepentingan umum. lihat sekarang, bandaranya aja belum jadi sampe sekarang selain kurang dana, masalah pembebasan lahan aja belum kelar..
kalo emang berhasil pembebasan lahannya, apa warga di sekitar pembangunan bandara itu pasti dapet penggantian yang layak ? terus apa bisa hidup seperti sebelum saat pembangunan bandara ?
sikap dan penyelesaian yang harusnya di benahi sama pemerintah sekarang tuh..
kalo emang bener2 pengen rakyat sejahtera..
inget jangan pentingin bisnis dan keuntungan, rencanakan baik2 dulu lah..
cie cie sotau banget kalo ane lagi ngomong..
Source : Wiki & Kompas