Kematangan Intelektual adalah orang yang mampu menghadapi segala persoalan dengan mempergunakan Nalar – Logika, melakukan pertimbangan-pertimbangan yang logis, sistimatis dan efisien berdasarkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
1. Pengertian Intelektual / Intelegensi
Intelektual secara harfiah berasal dari Bahasa Inggris “intellectual” termasuk adjective (kata sifat), menurut As. Hornby et. al berarti menunjukkan kekuatan penalaran yang baik. Dalam Bahasa Indonesia di lihat lebih luas, kata intelektual dapat di artikan arif (cerdik,pandai,bijaksana,berilmu). Dalam Bahasa Arab, intelektual adalah orang yang berakal, orang yang mengetahui, berbudaya,akal pikiran.
2. Ciri-ciri kematangan intelektual antara lain :
a. Mampu berpikir mandiri.
b. Menghargai gagasan orang lain.
c. Dapat menerima kritik.
d. Mau belajar terus.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelligensi yaitu:
a. Pembawaan
b. Kematangan
c. Pembentukan
d. Minat
e. Kebebasan
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Pertumbuhan intelektual seseorang berkembang dari pengertian yang konkret kepada pengertian yang abstrak, hal ini disebabkan karena pada mulanya seorang anak hanya mampu bernalar secara efektif terhadap obyek-obyek yang konkret saja. Pada tingkat perkembangan selanjutnya kemampuan anak berpikir asbtrak menjadi semakin baik sehingga mampu mendapatkan konsep abstrak. Sebagai implikasi dari pernyataan itu ialah adanya interval antara kemampuan berpikir abstrak dengan berpikir konkrit. Kedua pola berpikir tersebut, yaitu berpikir konkret dan berpikir abstrak adalah bersifat saling mengisi. Berpikir konkret cenderung ke abstrak sebagai ekpresi alamiahnya, dan berpikir abstrak dibangun atas pengertian-pengertian konkret. Seorang anak terlebih dahulu mempelajari kata “bunga” untuk benda berwarna yang tumbuh pada pohon hijau diluar ruangan, dan baru kemudian membaginya kedalam bentuk Mawar, Tulip, dan Anggrek. Abstraksi merupakan pemikiran biasa sebagai sebuah kelanjutan dari hal yang paling konkret ke hal yang paling abstrak. Pada umumnya “kursi ” lebih dianggap konkret dibandingkan dengan ” furniture”, ” anjing ” lebih konkret daripada “binatang, “apel merah” lebih konkret dibandingkan dengan kemerahan, dan sebagainya.
Kapasitas seseorang dalam mengingat sesuatu dan kemudian menglompokkannya dengan tujuan mempermudah pengingatan dapat juga disebut sebagai bentuk abstraksi. Sebagai contoh, seorang anak dapat menggolongkan seekor anjing sebagai binatang yang berkaki empat dan berekor satu. Namun pada saat merka melihat kuda, mereka harus melakukan definisi ulang mengenai aning tersebut, dan hal ini disebut sebagai akomodasi.
Kemampuan berpikir abstrak tidak terlepas dari pengetahuan tentang konsep, karena berpikir memerlukan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik tidak selalu ada. Orang yang memiliki kemampuan berpikir abstrak baik akan dapat mudah memahami konsep-konsep abstrak dengan baik.
Jadi kemampuan berpikir abstrak adalah kemampuan menemukan pemecahan masalah tanpa hadirnya objek permasalahan itu secara nyata, dalam arti mahasiswa melakukan kegiatan berpikir secara simbolik atau imajinatif terhadap objek permasalahan itu. Untuk menyelesaikan masalah yang bersifat abstrak akan mudah dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan berpikir abstrak yang tinggi dan kemampuan dapat dicapai oleh anak yang sudah mencapai tahap operasional formal yang baik. Kemampuan berpikir abstrak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan tes kemampuan berpikir abstrak yang merupakan subtes (baterai) dari Diferential Aptitude Test (DAT). Tes ini terdiri dari delapan subtes, yaitu:
a. Verbal reasoning.
Subtes penalaran verbal (verbal reasoning) adalah merupakan suatu tes bakat yang mengungkapkan kemampuan untuk memahami konsep-konsep dalam bentuk kata-kata (verbal). Tes ini bertujuan menilai kemampuan siswa untuk mengabstraksi (meringkas) atau menggeneralisir serta berpikir secara konstruktif dibanding dengan kepastian atau pengenalan kata terutama sekali sesuai untuk mengungkapkan kemampuan penalaran.
b. Numerical ability .
Butir-butir soal tes kemampuan angka dirancang untuk mengungkap pemahaman relasi angka dan mempermudah dalam menangani konsep-konsep menurut angka-angka. Masalah-masalah disusun dalam tipe soal yang biasanya disebut “perhitungan aritmatik” daripada apa yang biasanya disebut penalaran aritmatik. Ini didorong oleh adanya suatu keinginan untuk menghindari unsur-unsur bahasa yang biasanya berupa masalah penalaran aritmatik, dimana kemampuan membaca memiliki peran yang sangat berarti. Bentuk perhitungan memberikan keuntungan sehingga tidak akan merugikan sebagai suatu ukuran kemampuan.
c. Abstract reasoning.
Tes penalaran abstrak dimaksudkan sebagai instrumen non-verbal yang mengungkapkan kemampuan penalaran mahasiswa. Rangkaian ini disajikan dalam masing-masing persoalan yang memerlukan persepsi pengoperasian prinsip dalam mengubah diagram-diagram. Misalnya mahasiswa harus menemukan asas-asas atau prinsip-prinsip yang menentukan perubahan gambar-gambar dan memberikan tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk yang dipahaminya dengan menunjukkan (menandai) diagram-diagram yang seharusnya iikuti secara logis.
d. Clerical speed and accuracy.
Tes kecepatan dan ketelitian klerikal adalah dimaksudkan untuk mengukur kecepatan memberikan jawaban atau tanggapan dalam suatu tugas persepsi yang sederhana Pertama-tama mahasiswa harus memilih kombinasi yang telah ditandai dalam tes, kemudian akan tercetus suatu pikiran untuk mencari kombinasi yang sama dalam suatu kelompok kombinasi yang sama pada gambar jawaban secara terpisah, dan terakhir dapat ditemukan kombinasi yang identik yang diberikan garis bawah.
e. Mechanical reasoning.
Tes penalaran mekanikal pada dasarnya suatu bentuk baru dari serangkaian uji pemahaman mekanikal (Mechanical Comprehension Test) yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh salah seorang pengarang. Masing-masing soal berisi situasi mekanikal yang disajikan berupa gambar-gambar sekaligus bersama dengan pertanyaan yang susunan kata-katanya sederhana. Diusahakan agar soal-soal yang disajikan menggunakan istilah-istilah yang sederhana dan acap ditemui pada mesin-mesin atau peralatan yang tidak menyerupai gambar-gambar dalam buku tes atau memerlukan pengetahuan khusus. Dalam tes penalaran mekanik ini sedapat mungkin diperlukan penalaran yang tepat dan logis. Tes ini disusun berdasarkan pengalaman dari tes pemahaman mekanikal dari Bennett.
f. Space relation.
Tipe soal yang direncanakan bagi tes ini menyajikan suatu kombinasi dari dua bentuk pendekatan terdahulu dengan pengukuran kemampuan ini. Kemampuan membayangkan suatu obyek yang dikonstruksi dari suatu gambar dalam suatu pola yang telah sering digunakan dalam tes visualisasi struktural. Demikian juga kemampuan untuk membayangkan bagaimana suatu obyek akan nampak jika diputar putar dalam beberapa cara tertentu yang telah dipergunakan secara efektif dalam pengukuran persepsi ruang.
g. Spelling.
Tipe soal yang digunakan dalam bagian mengeja pada subtes penggunaan bahasa bukanlah tipe soal-soal yang baru. Kata-katanya dipilih dengan teliti. Semua kata-kata diseleksi dari daftar Gate’s Spelling Difficulties dalam 3.876 kata. Kata-kata lainnya diseleksi sebagai tajuk rencana yang mereka tonjolkan dalam setiap kosa-kata. Ejaan yang tidak tepat atau salah dipilih dari penelitian Gates dan orang-orang yang lainnya. Subtes mengeja mengukur bagaimana baiknya seseorang dapat mengeja kata-kata umum dalam bahasa Indonesia (Inggris). Juga, skor tes ini merupakan suatu prediktor terbaik kemampuan mempelajari stenografi dan pengetikan
h. Language usage.
Tes pemakaian bahasa terdiri dari dua sub, yaitu; mengeja dan tata bahasa. Tes ini terdiri dari dua tes prestasi belajar yang singkat yang mengukur kemampuan-kemampuan penting yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang bersama-sama dengan tes bakat lainnya yang dinilai oleh tes bakat perbedaan.
4. Karakteristik Perkembangan Intelek Anak Usia Dini
English berpendapat, akan sia-sia hasilnya mengajar anak membaca, menulis, berhitung bila anak belum mencapai kematangan kesiapan belajar hal-hal tersebut di atas. Tercapainya stadium kesiapan belajar ini untuk setiap anak berbeda-beda, yaitu sekitar usia 4 — 10 tahun, yakni usia di mana tercapai kematangan hubungan intra kortikal antara bermacam-macam pusat otak. Beberapa pengarang berpendapat bahwa untuk belajar membaca, menulis dan berhitung diperlukan kematangan fungsi-fungsi:
1. sensomotorik
2. koordinasi motorik kasar dan halus
3. tanggapan ruang dan orientasi bidang
4. kognitif
5. ketajaman melihat dan mendengar
6. bahasa reseptif (penerimaan) dan bahasa ekspresif (mengeluarkan).
Jika fungsi-fungsi tersebut belum berkembang dengan baik, maka anak-anak sukar belajar membaca, menulis dan berhitung. Contoh-contoh kematangan fungsi:
a. Senso motorik.
Adanya integrasi yang baik antara tanggapan sensorik dan
gerakan, yang diperlukan untuk belajar membaca dan menulis.
b. Koordinasi motorik kasar, dapat:
menggerakkan lengan, tangan dan jari
- menegakkan kepala
- menggerakkan tungkai, kaki
- berjalan, melompat, jongkok.
c. Koordinasi motorik halus:
- koordinasi antara mata dan tangan
- memegang benda kecil
- menangkap bola
- membuka halaman buku
- menggambar dan menulis.
d. Tanggapan ruang dan orientasi bidang:
- dapat membedakan kanan/kiri, atas/bawah, muka/belakang
- mengenal bentuk benda:
- kubus, kotak, bentuk geometric, mengenal garis horizontal, garis vertikal, garis lengkung
- dapat membedakan huruf: d, b, p.
e. Kognitif:
- dapat mengolah rangsangan panca indera sesuai yang diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.
- berdasarkan tanggapan dan ingatan, anak dapat membayangkan
- sesuai dan melakukan sesuatu yang diperlukan untuk membaca, menulis, dan berhitung.
f. Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif:
Anak harus dapat mengerti bahasa yang diucapkan orang lain (bahasa reseptif), dan juga dapat mengeluarkan/menyatakan perasaan atau buah pikirannya (bahasa ekspresif) secara baik. Bila anak belajar membaca dan menulis, padahal kesiapan anak untuk menerima pelajaran ini belum tercapai, maka anak tetap sukar untuk dapat membaca dan menulis. lni akan mengecewakan guru dan orang tuanya, dan menganggap anak ini keras kepala, malas, hingga sering memarahinya. Suasana belajar ini menyakitkan anak, sehingga bila anak nantinya sudah siap untuk belajar membaca dan menulis, pengalaman yang menyakitkan ini masih terbayang dan anak akan tetap menolak atau merasa malas untuk belajar membaca dan menulis lagi.
Source : Segala Sumber